24 Des 2011

Kepingan Masa Lalu Tata Surya


     Meskipun Merkurius, Venus, dan Bumi terbentuk dari bahan yang serupa, mengapa ketiga planet terdekat dengan Matahari ini begitu berbeda masih menjadi misteri. Para astronom ingin mempelajari lebih jauh bagaimana planet-planet itu terbentuk dengan cara menyelidiki asteroid, yaitu pecahan batuan yang berlimpahkan bahan-bahan pembentuk planet.
Asteroid Lutetia. Kredit : ESA 2010 MPS for OSIRIS Team   
MPS/UPD/LAM/IAA/RSSD/INTA/UPM/DASP/IDA 
      Sekelompok astronom telah mengamati sebuah asteroid bernama Lutetia yang lebarnya 100 km. Bayangkan besarnya; jika kamu meletakkan asteroid ini di atas permukaan Bumi, satu sisinya akan mencapai ruang angkasa! Sebagaimana sebagian besar asteroid-asteroid lain di Tata Surya, Lutetia terletak di antara planet Mars dan Jupiter, suatu daerah yang disebut Sabuk Asteroid. Namun demikian, astronom baru saja mengetahui bahwa Lutetia tidaklah selalu berada di situ. Mereka menyadari hal ini ketika mereka menemukan bahwa asteroid ini terbuat dari bahan yang sama dengan yang ada pada jenis batuan langka yang jatuh ke Bumi dari ruang angkasa (meteorit). Meteorit jauh lebih kecil dari asteroid, besarnya antara kelereng hingga bola basket. Yang membuat meteorit langka ini istimewa adalah benda-benda ini terbentuk di Tata Surya sebelah dalam. Seandainya Lutetia terbuat dari bahan yang sama dengan meteorit-meteorit ini, Lutetia mestinya juga terbentuk di daerah yang sama dengan tempat Merkurius, Venus, dan Bumi dilahirkan. Lutetia adalah kepingan terbesar yang tersisa dari bahan pembentuk planet-planet dalam! Nah, sekarang astronom ingin mengirim wahana ruang angkasa ke Lutetia untuk mengambil contoh bagian asteroid untuk diteliti di laboratorium. “Asteroid semacam Lutetia merupakan target yang ideal untuk misi-misi masa depan yang akan membawa pulang ke Bumi contoh bagian asteroid. Dengan demikian kita bisa meneliti lebih seksama tentang asal-muasal planet batuan, termasuk Bumi kita ini,” kata astronom Pierre Vernazza. Fakta menarik : Awal November lalu, asteroid lain yang lebarnya sekitar 400 m lewat dekat dengan Bumi, bahkan lebih dekat dari jarak Bulan ke Bumi. Asteroid yang demikian disebut Near-Earth Asteroid atau Asteroid Dekat Bumi. Sumber: Space Scoop Universe Awareness

17 Des 2011

Peneliti NASA Temukan Bukti Alien di Meteor

     Ilmuwan NASA (Badan Antariksa Amerika Serikat), Richard B Hoover, menunjukkan bukti adanya makhluk hidup dalam meteorit. Peneliti dari Pusat Penerbangan Marshall NASA itu mengklaim bahwa ia dan timnya menemukan bukti makhluk hidup berupa fosil bakteri langka, yang hidup di dalam bongkahan batu dari luar angkasa itu. Seperti dilansir CBSNews.com, Minggu 6 Maret 2011, Hoover menuliskan bukti itu dalam jurnal terbaru, Journal of Cosmogoly edisi Maret 2011. Hoover berpendapat bahwa hasil uji pada koleksi sembilan meteorit yang dinamakan CI1 Meteorit Carbonaceous, itu menunjukkan bahwa ada bakteri yang berasal dari daerah asal meteor. "Filamen kompleks yang ditemukan di dalam meteorit CI1 Carbonaceous menunjukkan ada mikrofosil bakteri 'pribumi' dari cyanobacteria," kata Hoover dalam tulisannya. Cyanobacteria merupakan bakteri biru-hijau yang masuk golongan bakteri autotrof fotosintetik. 
        Dia dapat menghasilkan makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari secara kimia. Menurut Hoover, materi yang ditemukan yang dideteksi sebagai cyanobacteria itu kemungkinan besar menunjukkan adanya kehidupan mahkluk hidup di luar bumi. Dan Hoover tidak menampik bahwa itu adalah kesimpulan akhir dari penelitiannya. Sontak saja kesimpulan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan ilmuwan. Tetapi, kesimpulan Hoover ini memperkuat bukti adanya kehidupan di luar bumi. Setelah sebelumnya sejumlah ahli menegaskan bahwa ada unsur air dalam meteorit. Sementara, News.com.au menulis, penelitian yang dilakukan Hoover ini hanya melalui proses yang sangat sederhana. Batu meteor itu disimpan dalam tempat yang steril sebelum diuji. Pengujian dilakukan dengan alat-alat standar peneliti: mikroskop elektron dan emisi elektron mikroskop. Hasilnya, Hoover menemukan mikroogranisme yang jenisnya tidak jauh berbeda dengan salah satu jenis bakteri biasa yang ada di bumi. "Hal yang menarik adalah, fosil-fosil itu bentuknya mudah dikenali dan jenisnya sangat dekat dengan yang ada di bumi," kata Hoover.

NASA Akan Kirim Pesawat ke Jupiter


            Banyak hal misterius yang menyelimuti Europa, salah satu bulan milik planet Jupiter. Namun peneliti NASA tampaknya yakin ada samudera air tersembunyi di balik permukaan bulan yang dilapisi es tersebut.
Teori akan adanya samudera air di bawah permukaan Europa tampaknya akan benar-benar dibuktikan pada akhir dekade ini. Sejumlah astronom dari Jet Propulsion Laboratory (JPL) merancang sebuah misi yang akan menghadirkan pesawat pendarat di Europa pada tahun 2026 mendatang. Pesawat itu akan membawa robot untuk didaratkan di permukaan Europa. Dikutip dari Engadget, 16 Desember 2011, tujuan misi tersebut untuk mengetahui apakah bebatuan di sana mendukung adanya kehidupan. Tentu saja misi itu tidak akan mudah. Pasalnya, Jupiter menyelimuti bulannya dengan radiasi yang sangat pekat. 
        Meski begitu, peneliti memperkirakan, mereka bisa mengatasi masalah itu dengan mengirimkan pesawat pendarat ekstra sebagai cadangan dan membuat misi itu berlangsung sesingkat mungkin. Dalam rencana NASA, robot berbobot 317 kilogram akan didaratkan, dilengkapi spektrometer massa, seismometer, dan sejumlah kemera untuk mencari zat kimia organik yang mungkin berada di dalam es bulan tersebut. Pesawat-pesawat itu sendiri tidak akan menggunakan lapisan pelindung. Untuk itu, mereka hanya akan berada di sekitar Planet Jupiter selama sekitar 7 hari. Ini juga untuk menghindari kerusakan akibat radiasi. Saat ini, misi tersebut masih dalam tahap konsep. Namun, JPL berharap akan mampu mengirimkan robot pendarat itu pada tahun 2020 mendatang. Menurut Kevin Hand, salah satu peneliti JPL, misi ini hanyalah untuk mengetahui apakah bulan itu bisa dihuni manusia atau tidak. NASA tidak berharap bisa menemukan adanya tanda-tanda kehidupan sebelumnya di Europa

Komet 2 Kali Lapangan Bola Tabrak Matahari


      
     Komet berdiameter sekitar 200 meter atau seukuran dua kali lapangan bola itu akhirnya menabrak Matahari. Komet yang diberi nama Lovejoy itu menabrak matahari sekitar pukul 07.00 pagi WIB. "Tadi pagi sekitar jam 7 waktu Indonesia Barat, komet Lovejoy mencapai jarak terdekat dengan matahari pada 140 ribu kilometer dari permukaan matahari," kata peneliti utaama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Profesor Thomas Djamaluddin, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Jumat 16 Desember 2011. Menurut pria yang akrab disapa Djamaluddin ini, komet itu sebenarnya bukan menabrak Matahari. Melainkan mencapai titik terdekat dengan matahari dengan memasuki wilayah korona, atmosfir matahari. "Suhu di korona itu mencapai jutaan derajat. Hingga bisa dipastikan bahwa komet ini tidak akan bertahan. Dan material komet yang hanya terdiri dari es dan debu itu tidak akan bertahan," ujar Djamaluddin. 
      Djamaluddin memastikan, komet ini tidak akan memberikan dampak apapun terhadap matahari. Begitu juga dengan Bumi dan planet-planet lainnya. Peristiwa tabrakan itu tidak akan menimbulkan efek apapun. "Bagi Matahari ini terlalu kecil. Dan bagi Bumi dan planet-planet lainnya ini juga terlalu jauh. Ketika melintas Matahari, materialnya akan langsung habis. Tidak ada kelanjutannya lagi," ujar profesor lulusan Jepang ini. Peristiwa ini bisa disaksikan dengan menggunakan dua satelit pemantau Matahari yang ada di dunia. "Pertama satelit Soho milik Nasa dan Hinode di Jepang," kata Djamaluddin.

Usaha Terakhir Selamatkan Phobos-Grunt


       Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) akan mencoba dua kali lagi untuk mengontak wahana luar angkasa Phobos-Grunt milik Rusia, hari Selasa (13/12/2011) ini, sebagai usaha terakhir untuk menyelamatkan pesawat yang gagal menempuh perjalanan ke Phobos—salah satu satelit alam Planet Mars, itu. Kepala kantor ESA di Moskwa, Rusia, Rene Pichel, mengatakan, sebuah stasiun pemantau ESA, Maspalomas, di Gran Canaria, Canary Islands, akan mencoba mengontak wahana luar angkasa tersebut menggunakan antena berdiameter 15 meter miliknya. "Kami akan mencoba dua kali lagi hari Selasa ini atas permintaan pihak Rusia," tutur Pichel seperti dikutip kantor berita RIA Novosti. Pihak ESA sudah terlibat dalam pencarian dan usaha penyelamatan Phobos-Ground sejak wahana itu gagal menyalakan mesinnya sendiri dan tersangkut di orbit Bumi setelah diluncurkan, 9 November lalu. 
       Wahana ini dirancang untuk melakukan perjalanan menuju Phobos, mengambil sampel tanah dan batuan di sana, kemudian pulang kembali ke Bumi. Pesawat luar angkasa itu diperkirakan akan jatuh ke Bumi, 9 Januari mendatang. Kepala Badan Luar Angkasa Federal Rusia Roscosmos Vladimir Popovkin mengatakan, wahana itu akan pecah dan meledak saat proses masuk kembali (re-entry) ke atmosfer Bumi sehingga tidak akan ada bagian pesawat yang jatuh ke permukaan Bumi, te
rmasuk 7,5 ton bahan bakar yang tersimpan dalam sebuah tanki aluminium. Para pakar luar angkasa Rusia sebelumnya dikabarkan masih berusaha mengontak pesawat itu untuk menyalakan mesin-mesinnya, guna menunda kejatuhannya ke Bumi.

sumber
http://sains.kompas.com/read/2011/12/13/10353458/Usaha.Terakhir.Selamatkan.Phobos-Grunt

Komet Lovejoy Selamat dari Api Matahari

Lovejoy, sebuah komet yang belum lama ditemukan, ternyata selamat dari penerjunan bunuh diri melintasi atmosfer Matahari yang amat panas pagi tadi, Jumat (16/12/2011). Demikian menurut para ilmuwan NASA. Komet Lovejoy menerobos korona Matahari sekitar pukul 07.00 WIB, pada jarak 140.000 kilometer dari permukaan Matahari. Suhu di korona bisa mencapai 1,1 juta derajat celsius sehingga kebanyakan peneliti awalnya meyakini batu es pengembara itu bakal hancur lebur. Akan tetapi, Lovejoy terbukti cukup kuat menghadapi panas. Sebuah video yang diambil oleh wahana Observatorium Dinamika Matahari (SDO) milik NASA menunjukkan, obyek es tersebut muncul dari balik Matahari setelah melintasinya dan melesat ke ruang angkasa. "Berita gembira, Lovejoy hidup! Komet Lovejoy telah selamat dalam perjalanannya melintasi Matahari dan muncul kembali di sisi lain," begitu bunyi tweet seorang peneliti SDO. 
       SDO adalah salah satu dari banyak instrumen yang digunakan para ilmuwan untuk mengawasi Lovejoy dalam lawatannya ke Matahari. Para peneliti awalnya ingin merekam dan mempelajari kematian sebuah komet karena menabrak bintang, yakni Matahari. "Ini kesempatan yang sangat langka untuk mengamati penguapan menyeluruh dari sebuah komet yang relatif besar, dan kami memiliki 18 instrumen terpasang pada lima satelit untuk menelitinya," ujar Karl Battams, seorang ilmuwan di Laboratorium Riset Angkatan Laut di Washington, di situs Sungrazing Komet, sebelum Lovejoy mendekati Matahari. Battams mengelola situs yang dikhususkan untuk membahas komet Lovejoy. Komet itu sendiri ditemukan oleh dua wahana yang berbeda: Solar Terrestrial Relations Observatory NASA (STEREO) dan Solar and Heliospheric Observatory (SOHO), yang dioperasikan bersama oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa (ESA). Battams sendiri menyambut berita selamatnya Lovejoy dengan terkejut sekaligus senang. "Saya menduga ekor debunya akan bertahan hidup (walau hanya selama beberapa jam) sebelum memudar, tapi bukan intinya!" ujarnya. 
        Lovejoy memiliki inti selebar sekitar 200 meter, dan masuk dalam kelas komet yang dikenal sebagai Sungrazers Kreutz, atau komet-komet yang orbitnya sangat dekat dengan Matahari. Semua komet Sungrazers Kreutz diyakini sebagai sisa-sisa dari sebuah komet raksasa tunggal yang pecah beberapa abad lalu. Mereka dinamai menurut astronom Jerman abad ke-19, Heinrich Kreutz, yang pertama kali menunjukkan bahwa komet-komet tersebut memiliki "hubungan darah". Banyak komet diketahui bunuh diri dengan menabrak Matahari, tetapi umumnya mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan terjun ke sana. Itulah yang membuat para ilmuwan begitu bersemangat tentang Lovejoy karena komet ini menunjukkan tanda hendak menerjang Matahari. Astronom amatir Australia, Terry Lovejoy, menemukan komet itu pada 27 November lalu, yang memberikan banyak waktu bagi peneliti untuk memetakan gerakannya.

14 Des 2011

Geosentris Dan Heliosentris Di Eropa

        Geosentris Dan Heliosentris Di Eropa (1) Jika dilihat secara sepintas, benda-benda di langit tampak bergerak dari timur ke barat. Selama satu hari satu malam, bintang-bintang, planet, Bulan, dan Matahari terbit dan tenggelam. Namun sebenarnya bukan hanya gerakan terbit dan tenggelam saja yang terjadi pada benda-benda langit tersebut. Ada yang bergerak dari ekuator ke utara, kembali ke ekuator, ke selatan, dan kembali lagi ke ekuator dalam waktu satu bulan atau satu tahun, seperti Bulan atau Matahari. Ada objek yang arah geraknya berubah-ubah dalam hitungan bulan.
        Awalnya bergerak dari barat ke timur lalu berubah menjadi dari timur ke barat, lalu kembali lagi seperti semula, sebagaimana yang terjadi dengan semua planet. Dan ada juga planet yang tidak pernah jauh dari Matahari, yang hanya terlihat di barat setelah Matahari terbenam atau di timur sebelum Matahari terbit. Dari gerakan benda-benda langit yang kompleks tersebut kemudian timbul pertanyaan besar, apa yang sebenarnya terjadi di langit? Pemikiran tentang gerak benda langit sudah dilakukan ratusan tahun sebelum masehi. Prosesnya dimulai sejak Anaximander (611-546 SM) membuat model geosentris pertama dengan mengungkapkan bahwa Bumi datar, tidak bergerak, dan dikelilingi oleh Matahari, Bulan, dan bintang-bintang yang terletak pada kulit-kulit bola. Kemudian Phytagoras (569-475 SM), yang mengajarkan bahwa bola adalah bentuk geometri yang paling sempurna, membuat perubahan pada model sebelumnya dengan mengatakan bahwa bentuk Bumi adalah bulat. Tambahan mendetil juga diberikan oleh Eudoxus (408 SM) tentang gerak benda langit yang melingkar.
         Model geosentris ini terus disempurnakan oleh beberapa orang, misalnya Aristoteles (384-322 SM). Ia memiliki kelebihan dibanding orang-orang sebelumnya karena melakukan pengamatan untuk memperjelas model geosentris ini. Dari salah satu hasil pengamatannya ia memberikan bukti yang menunjukkan bahwa Bumi itu bulat. Kesimpulan itu didapatnya setelah mengamati bayangan Bumi yang mengenai permukaan Bulan pada peristiwa gerhana Bulan berbentuk lingkaran. Ia juga berpendapat bahwa ukuran Bumi yang sangat besar membuatnya tidak mungkin untuk bergerak. Pertentangan kemudian muncul ketika Aristarchus (310-230 SM) menolak model geosentris. Dan ia pun menjadi orang yang untuk pertama kalinya mengusulkan ide bahwa sebenarnya Mataharilah yang menjadi pusat alam semesta (heliosentris). Menurutnya, Bumi bergerak mengelilingi Matahari sembari melakukan rotasi. Salah satu hal yang mendasari pernyataan Aristarchus ini adalah perhitungannya terhadap ukuran Matahari. Matahari dikatakan lebih besar daripada Bumi. Maka berdasarkan pernyataan Aristoteles, Matahari lebih tidak mungkin bergerak daripada Bumi. Gagasan Aristarchus ini kemudian tidak mendapat tanggapan dan dukungan dari masyarakat sekitarnya saat itu. Terutama karena tidak ada orang yang dapat membuktikan bahwa Bumi sedang bergerak melakukan rotasi ataupun mengelilingi Matahari. Salah satu bukti yang dicari saat itu adalah paralaks akibat Bumi mengelilingi Matahari. Namun karena tidak ada yang dapat mengamatinya maka disimpulkan bahwa Bumi memang tidak mengelilingi Matahari. Dan mereka beranggapan bahwa jika Bumi berotasi, maka semua benda di udara akan tertinggal dan menimbulkan angin besar. Tetapi karena hal itu tidak terjadi, maka disimpulkan bahwa Bumi memang tidak berotasi. Berbagai peningkatan akurasi model geosentris kemudian dilakukan oleh Hipparchus (190-120 SM), yang meletakkan Bumi tidak tepat di pusat sistem (melainkan di posisi eksentris) dan mendefinisikan lingkaran episiklis dan deferen untuk planet-planet. Episiklis adalah lintasan planet yang berbentuk lingkaran, yang titik pusatnya berada di deferen, yaitu sebuah lingkaran yang titik pusatnya berada dekat dengan Bumi.
       Dalam perkembangannya, sebuah episiklis bisa saja berada dalam episiklis lainnya. Jadi, dalam sistem ini semua planet bergerak mengelilingi titik pusat episiklisnya, sementara titik pusat episiklisnya tersebut bergerak sepanjang deferen. Perubahan dalam model geosentris baru ini diperlukan untuk menjelaskan gerak benda langit yang memang cukup rumit. Episiklis diperlukan untuk menjelaskan gerak retrograde planet sedangkan posisi Bumi yang tidak di pusat berfungsi untuk menjelaskan laju Matahari, Bulan dan planet yang tidak konstan. Perubahan juga diperlukan untuk peningkatan akurasi karena model ini dibuat dengan tujuan agar dapat digunakan dalam pengamatan selanjutnya, dengan kata lain, posisi benda langit pada waktu apapun harus dapat diramalkan dengan akurat. Tujuan ini menjadi berbeda dengan tujuan awal pembuatan model yang hanya berlandaskan kepentingan filosofis saja. Gerak retrograde Saturnus (Sumber: APOD). Hipparchus membuat model geosentrisnya ini dengan menggunakan data dari pengamatannya sendiri yang cukup akurat. Ini adalah salah satu kelebihannya. Model ini juga disebut-sebut sebagai yang terbaik karena dapat menjelaskan gerak retrograde planet, kecerlangan maksimum planet superior yang terjadi saat retrograde, laju orbit planet, Matahari dan Bulan yang tidak konstan, serta karena model ini dapat diperbaiki akurasinya dengan penambahan episiklis. Sampai saat ini, model geosentris dibuat dengan menempatkan Bumi di pusat sistem, kemudian berturut-turut ke arah luar adalah Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus, dan bintang-bintang. Urutan tersebut dibuat berdasarkan laju yang diamati dari Bumi.
        Bulan berada di posisi terdekat dari Bumi karena memiliki laju orbit yang paling tinggi. Semua bintang dikatakan terletak pada jarak yang sama dari Bumi karena tidak terlihat adanya pergerakan individu. Jumlah planet juga hanya lima karena pada saat itu Neptunus dan Uranus belum ditemukan. 3 Planet Terdekat Dari Matahari Untuk menjelaskan posisi Merkurius dan Venus yang tidak pernah jauh dari Matahari sehingga hanya bisa diamati pada saat Matahari belum terbit atau saat Matahari sudah terbenam, model geosentris ini membuat garis yang menghubungkan Bumi, titik pusat episiklis Merkurius dan Venus, serta Matahari. Garis ini bermakna bahwa gerak Matahari akan selalu bersamaan dengan titik pusat episiklis Merkurius serta Venus.
       Apa yang dilakukan Ptolemy (85-165 M) kemudian adalah semakin menyempurnakan model yang telah dibuat oleh Hipparchus. Ptolemy memperkenalkan equant, sebuah solusi geometris untuk menjelaskan laju tak konstan objek yang mengelilingi Bumi dengan lebih baik. Dalam modelnya ini, pergerakan episiklis di deferen konstan terhadap titik equant, bukan terhadap titik pusat sebagaimana yang digunakan dalam model geosentris Hipparchus.
      Hal ini mengakibatkan laju planet akan terlihat tidak konstan dari pengamat di Bumi. Model alam semesta (tata surya) Ptolemy. Model Ptolemy ini dikatakan cukup baik dalam memberikan penjelasan terhadap hasil pengamatan dan sekaligus memprediksi posisi benda langit di masa depan. Model ini pun digunakan sebagai panduan masyarakat dalam memahami alam semesta dan bertahan tanpa tandingan hingga hampir 15 abad kemudian.


sumber
http://duniaastronomi.com/2010/09/geosentris-dan-heliosentris-di-eropa-1/

Observatorium Bosscha



       Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat, sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36′ Bujur Timur dan 6° 49′ Lintang Selatan. Tempat ini berdiri di atas tanah seluas 6 hektar, dan berada pada ketinggian 1310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung. Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional untuk observatorium Bosscha adalah 299. Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini. Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928. Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali. 
     Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia. Terdapat 5 buah teleskop besar, yaitu: Teleskop Refraktor Ganda Zeiss. Teleskop ini biasa digunakan untuk mengamati bintang ganda visual, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, mengamati planet, mengamati oposisi planet Mars, Saturnus, Jupiter, dan untuk mengamati citra detail komet terang serta benda langit lainnya. Teleskop ini mempunyai 2 lensa objektif dengan diameter masing-masing lensa 60 cm, dengan titik api atau fokusnya adalah 10,7 meter. Teleskop Schmidt Bima Sakti Teleskop ini biasa digunakan untuk mempelajari struktur galaksi Bima Sakti, mempelajari spektrum bintang, mengamati asteroid, supernova, Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk memotret objek langit. Diameter lensa 71,12 cm. Diameter lensa koreksi biconcaf-biconfex 50 cm. Titik api/fokus 2,5 meter. Juga dilengkapi dengan prisma pembias dengan sudut prima 6,10, untuk memperoleh spektrum bintang. Dispersi prisma ini pada H-gamma 312A tiap malam. Alat bantu extra-telescope adalah Wedge Sensitometer, untuk menera kehitaman skala terang bintang , dan alat perekam film Teleskop Refraktor Bamberg Teleskop ini biasa digunakan untuk menera terang bintang, menentukan skala jarak, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, pengamatan matahari, dan untuk mengamati benda langit lainnya. Dilengkapi dengan fotoelektrik-fotometer untuk mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik yang di timbulkan. Diameter lensa 37 cm. Titik api atau fokus 7 meter. Teleskop Cassegrain GOTO Dengan teleskop ini, objek dapat langsung diamati dengan memasukkan data posisi objek tersebut. Kemudian data hasil pengamatan akan dimasukkan ke media penyimpanan data secara langsung. Teropong ini juga dapat digunakan untuk mengukur kuat cahaya bintang serta pengamatan spektrum bintang. Dilengakapi dengan spektograf dan fotoelektrik-fotometer Teleskop Refraktor Unitron Teleskop ini biasa digunakan untuk melakukan pengamatan hilal, pengamatan gerhana bulan dan gerhana matahari, dan pemotretan bintik matahari serta pengamatan benda-benda langit lain. Dengan Diameter lensa 13 cm, dan fokus 87 cm.
      Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan pemukiman di daerah Lembang dan kawasan Bandung Utara yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran. Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal. Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya.

Astronomi di Indonesia



       Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Keterbatasan pengetahuan membuat kebanyakan pengamatan dilakukan untuk keperluan astrologi. Pada tingkatan praktis, pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. Dalam masyarakat Jawa misalnya dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit. Nama-nama asli daerah untuk penyebutan obyek-obyek astronomi juga memperkuat fakta bahwa pengamatan langit telah dilakukan oleh masyarakat tradisional sejak lama. Lintang Waluku adalah sebutan masyarakat Jawa tradisional untuk menyebut tiga bintang dalam sabuk Orion dan digunakan sebagai pertanda dimulainya masa tanam. Gubuk Penceng adalah nama lain untuk rasi Salib Selatan dan digunakan oleh para nelayan Jawa tradisional dalam menentukan arah selatan. Joko Belek adalah sebutan untuk Planet Mars, sementara lintang kemukus adalah sebutan untuk komet. Sebuah bentangan nebula raksasa dengan fitur gelap di tengahnya disebut sebagai Bimasakti. Pelaut-pelaut Belanda pertama yang mencapai Indonesia pada akhir abad-16 dan awal abad-17 adalah juga astronom-astronom ulung, seperti Pieter Dirkszoon Keyser dan Frederick de Houtman. Lebih 150 tahun kemudian setelah era penjelajahan tersebut, misionaris Belanda kelahiran Jerman yang menaruh perhatian pada bidang astronomi, Johan Maurits Mohr, mendirikan observatorium pertamanya di Batavia pada 1765. James Cook, seorang penjelajah Inggris, dan Louis Antoine de Bougainville, seorang penjelajah Perancis, bahkan pernah mengunjungi Mohr di observatoriumnya untuk mengamati transit Planet Venus pada 1769. Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pata tahun 1928, atas kebaikan Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang pengusaha perkebunan teh di daerah Malabar, dipasang beberapa teleskop besar di Lembang, Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal Observatorium Bosscha, sebagaimana dikenal pada masa kini.Penelitian astronomi yang dilakukan pada masa kolonial diarahkan pada pengamatan bintang ganda visual dan survei langit di belahan selatan ekuator bumi, karena pada masa tersebut belum banyak observatorium untuk pengamatan daerah selatan ekuator.Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, bukan berarti penelitian astronomi terhenti, karena penelitian astronomi masih dilakukan dan mulai adanya rintisan astronom pribumi. Untuk membuka jalan kemajuan astronomi di Indonesia, pada tahun 1959, secara resmi dibuka Pendidikan Astronomi di Institut Teknologi Bandung.
      Pendidikan Astronomi di Indonesia secara formal dilakukan di Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung. Departemen Astronomi berada dalam lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan secara langsung terkait dengan penelitian dan pengamatan di Observatorium Bosscha.Lembaga negara yang terlibat secara aktif dalam perkembangan astronomi di Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Selain pendidikan formal, terdapat wadah informal penggemar astronomi, seperti Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, serta tersedianya planetarium di Taman Ismail Marzuki, Jakarta yang selalu ramai dipadati pengunjung.Perkembangan astronomi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, dan mendapat pengakuan di tingkat Internasional, seiring dengan semakin banyaknya pakar astronomi asal Indonesia yang terlibat dalam kegiatan astronomi di seluruh dunia, serta banyaknya siswa SMU yang memenangi Olimpiade Astronomi Internasional maupun Olimpiade Astronomi Asia Pasific.

ASTRONOMI Energi Tinggi




     Astronomi Ekstragalaktik: lensa gravitasi. Gambar dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble ini menunjukkan beberapa obyek yang terbentuk dengan putaran yang biru yang sebetulnya adalah beberapa tampilan dari galaksi yang sama. Mereka sudah digandakan oleh efek lensa gravitasi kelompok galaksi yang berwarna kuning, bulat panjang dan spiral di dekat pusat foto. Pelensaan gravitasi dihasilkan oleh bidang gravitasi kelompok yang luar biasa masif sehingga mampu melengkungkan cahaya. Beberapa akibatnya adalah memperbesar ukuran obyek yang dilensakan, menjadikan terang dan mengubah tampilan benda yang lebih jauh.Astronomi optik dan radio bisa dilakukan di observatorium landas bumi, karena atmosfer transparan pada panjang gelombang itu. Cahaya infra merah benar-benar diserap oleh uap air, sehingga observatorium infra merah terpaksa ditempatkan di tempat kering yang tinggi atau di angkasa. Atmosfer kedap pada panjang gelombang astronomi sinar-X, astronomi sinar-gamma, astronomi ultra violet dan, kecuali sedikit “jendela” dari panjang
gelombang, astronomi infra merah jauh, oleh sebab itu pengamatan bisa dilakukan hanya dari balon atau observatorium luar angkasa.

Ini dia Cabang-Cabang ASTRONOMI


Astronomy dipisahkan ke dalam cabang. Perbedaan pertama di antara ‘teoretis dan observational’ astronomi. Pengamat menggunakan berbagai jenis alat untuk mendapatkan data tentang gejala, data yang kemudian dipergunakan oleh teoretikus untuk ‘membuat’ teori dan model, menerangkan pengamatan dan memperkirakan yang baru. Bidang yang dipelajari juga dikategorikan menjadi dua cara yang berbeda: dengan ‘subyek’, biasanya menurut daerah angkasa (misalnya Astronomi Galaksi) atau ‘masalah’ (seperti pembentukan bintang atau kosmologi); atau dari cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (pada hakekatnya, daerah di mana spektrum elektromagnetik dipakai). Pembagian pertama bisa diterapkan kepada baik pengamat maupun teoretikus, tetapi pembagian kedua ini hanya berlaku bagi pengamat (dengan tak sempurna), selama teoretikus mencoba menggunakan informasi yang ada, di semua panjang gelombang, dan pengamat sering mengamati di lebih dari satu daerah spektrum. Astronomi Planet, atau Ilmu Pengetahuan Planet: setan debu Mars. Dipotret oleh NASA Global Surveyor di orbit Mars, coret gelap yang panjang terbentuk oleh gerakan gumpalan atmosfer Mars yang berputar-putar (dengan kesamaan ke angin tornado darat). Setan debu (tempat hitam) mendaki tembok kawah. Coret di setengah tangan benar gambar adalah bukit pasir di lantai kawah.Astrometri: penelitian posisi benda di langit dan perubahan posisi mereka.

ISTILAH yang sering dipakai dalam ASTRONOMI


  • Kosmologi: penelitian alam semesta sebagai seluruh dan evolusinya. 
  • Fisika galaksi: penelitian struktur dan bagian galaksi kita dan galaksi lain. 
  • Astronomi ekstragalaksi: penelitian benda (sebagian besar galaksi) di luar galaksi kita.
  • Pembentukan galaksi dan evolusi: penelitian pembentukan galaksi, dan evolusi mereka.
  • Ilmu planet: penelitian planet dan tata surya. Fisika bintang: penelitian struktur bintang. 
  • Evolusi bintang: penelitian evolusi bintang dari pembentukan mereka sampai akhir mereka sebagai bintang sisa. 
  • Pembentukan bintang: penelitian kondisi dan proses yang menyebabkan pembentukan bintang di dalam awan gas, dan proses pembentukan itu sendiri. 

     Disiplin lain yang mungkin dipertimbangkan sebagian astronomi: Arkheoastronomi Astrobiologi Astrokimia Dalam astronomi, informasi sebagian besar didapat dari deteksi dan analisis radiasi elektromagnetik, foton, tetapi informasi juga dibawa oleh sinar kosmik, neutrino, dan, dalam waktu dekat, gelombang gravitasional (lihat LIGO dan LISA). Pembagian astronomi secara tradisional dibuat berdasarkan rentang daerah spektrum elektromagnetik yang diamati: Astronomi optikal menunjuk kepada teknik yang dipakai untuk mengetahui dan menganalisa cahaya pada daerah sekitar panjang gelombang yang bisa dideteksi oleh mata (sekitar 400 – 800 nm). Alat yang paling biasa dipakai adalah teleskop, dengan CCD dan spektrograf. Astronomi inframerah mengenai deteksi radiasi infra merah (panjang gelombangnya lebih panjang daripada cahaya merah). Alat yang digunakan hampir sama dengan astronomi optik dilengkapi peralatan untuk mendeteksi foton infra merah. Teleskop Ruang Angkasa digunakan untuk mengatasi gangguan pengamatan yang berasal dari atmosfer. Astronomi radio memakai alat yang betul-betul berbeda untuk mendeteksi radiasi dengan panjang gelombang mm sampai cm. Penerimanya mirip dengan yang dipakai dalam pengiriman siaran radio (yang memakai radiasi dari panjang gelombang itu).

7 Skenario Astronom Untuk Menemukan Alien

Ini masih jadi misteri besar, apakah selain manusia, ada mahluk cerdas lain di jagad raya ini. Pencarian mahluk ekstraterresterial (ET) bahkan dimulai sejak 50 tahun lalu, ketika ilmuwan Universitas Cornell, Frank Drake mengarahkan teleskop radio ke arah bintang, mengharap bisa menangkap transmisi dari alien. Tak hanya itu, menurut astrofisikawan, Stephen Hawking, pada 4 Februari 2008, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pernah mengirimkan pesan ke luar angkasa. Isinya, lagu "Across the Universe" milik The Beatles. Namun, tak pernah ada jawaban. Tak ada bukti sahih yang mendukung keberadaan manusia luar angkasa. Namun, penemuan baru-baru ini membuat harapan menemukan ET kembali membuncah. Astronom, Univeristas Yale mengestimasi ada 300 sextillion bintang di angkasa, ini berarti tiga kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Sementara Lisa Kaltenegger dari Harvard University mengatakan, para ilmuwan yakin, separuh bintang di galaksi memiliki planet yang ukurannya dua sampai 10 kali ukuran Bumi. "Bumi super" atau "Super Earths" itu mungkin menopang kehidupan. Sementara peneliti lain menemukan mikroba yang hidup di arsenik.
"Bukti yang mengarah semakin kuat," kata Carl Pilcher, Direktur Institut Astrobiologi NASA. "Saya berpikir siapapun melihat bukti ini akan berkata, pasti ada kehidupan di luar sana." Alih-alih menemukan kembaran manusia, ilmuwan saat ini masih dalam tahap mendekati ke penemuan tanda-tanda kehidupan yang mikroskopis. Meski harapan itu masih ada. BERIKUT INI SKRENARIO PENEMUAN MAHLUK ALIEN YANG DILAKUKAN PARA ASTRONOM: 1. Mars Planet merah ini memiliki air di bawah tanah yang merupakan salah satu kunci kehidupan. Para ilmuwan menduga, kemungkinan besar ada mikroba yang hidup di bawah tanah, meski robot pencari yang menyisir Mars belum menemukan satu pun. 2. Europa Satelit Planet Yupiter ini memiliki radiasi di permukaannya yang bisa membunuh nyawa mahluk hidup. Namun di bawah lautan beku di sana ada kemungkinan beberapa jenis mikroba hidup di sana, di bagian yang cair. 3. Enceladus (baca: en-sell-ah-dus) Satelit mini Planet Saturnus ini memiliki bulu supersonik gas dan debu yang ditembakkan dari permukaannya. Ini adalah indikasi, enceladus memiliki zat cair yang berfungsi menopang kehidupan. 4. Titan Bulan terbesar Planet Saturnus ini memiliki cairan seluas samudera. Namun, ada dugaan itu adalah cairan methan. 5. Planet ekstrasolar atau di luar tata surya Para astronot menggunakan teleskop yang bisa mendeteksi keberadaan atmosfer di permukaan planet-planet tersebut. Dari sini bisa dicari tahu keberadaan proses fostosintesis atau proses biologis lainnya. 6. Di Bumi Mencari alien di Bumi? Jangan salah, para ilmuwan juga menyisir Bumi untuk mencari keberadaan mahluk asing yang mungkin terbawa ke Bumi dari meteorit atau komet yang menyelonong masuk. Para ilmuwan menggali potensi temuan kehidupan asing di dasar laut atau di bawah es Antartika yang tak biasa dan bisa jadi berasal dari luar angkasa. 7. Dari sinyal radio Usaha Frank Drake masih berlanjut. Sejumlah ilmuwan masih setia menyisir langit, mencari transmisi alien dari luar angkasa. Sumber: surabayacybercity.blogspot.com

12 Des 2011

FENOMENA BULAN


Pada hari Sabtu, 10 Desember ini mulai sekitar pukul 12.45GMT atau 19.45 WIB terjadi peristiwa bulan yang menjadi lebih besar dan berubah warna menjadi merah darah. Gerhana bulan total (total lunar eclipse) terjadi saat Bumi melintas tepat di antara Matahari dan Bulan dan membuatnya tertutup sama sekali oleh bayangan. Fenomena itu akan terlihat dari sebagian kawasan di Amerika Utara. Mereka yang tinggal di Kanada dan Amerika Serikat merupakan orang yang beruntung karena berada di posisi yang paling tepat. Namun pemandangan ini juga bisa dinikmati dengan baik oleh mereka yang tinggal di Alaska, Hawaii, Australia, Selandia Baru, Asia Tengah dan Asia Timur. “Tak hanya menjadi berwarna merah, Bulan juga akan tampak lebih besar karena ilusi bulan,” kata ilmuwan NASA, seperti dikutip dari Space, 10 Desember 2010. “Namun demikian penyebabnya belum bisa dipahami betul oleh astronom,” ucapnya. Kenyataannya, Bulan tidak membesar, hanya otak manusia yang melihatnya secara berbeda. Sayangnya, mereka yang tinggal di kawasan barat Amerika Serikat saja yang akan dapat melihat fenomena bulan membesar tersebut. Khusus untuk warna merah yang dimunculkan oleh bulan, sebut juru bicara NASA, penyebabnya adalah lapisan udara berdebu yang mengelilingi planet Bumi yang menyebabkan memantulnya sinar matahari. “Ia memenuhi kegelapan di balik Bumi dengan warna tersebut,” ucapnya. Tergantung lokasi atau kondisi atmosfer saat gerhana bulan tersebut, Anda dapat melihat bulan menjadi berwarna mulai dari oranye sampai merah darah. “Ini tentu bisa menjadi momen yang sangat dramatis bagi para fotografer,” kata Alan MacRobert, dari Sky & Telescope. “Anda bisa menggunakan lensa telephoto panjang atau bantuan teleskop kecil untuk mengabadikan momen spesial tersebut,” ucapnya. Diperkirakan, fenomena total lunar eclipse ini baru akan terjadi lagi pada April 2014 mendatang. AMIIN ^^.

Halo Matahari Hiasi Langit Semarang

Kalian Tahu kan apa itu HALO MATAHARI?? Fenomena alam berupa cincin matahari ini tampak di Semarang, Jawa Tengah lho. Meski kemunculannya tidak lebih dari tiga puluh menit, fenomena yang biasa disebut halo matahari itu mengundang perhatian warga. Cahaya yang mengelilingi matahari tersebut terlihat cukup besar dan terang. Mata beberapa warga yang memandangi dengan mata telanjang sampai memerah. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Semarang, Evi Lutfiati, kemunculan halo matahari di Semarang ini adalah peristiwa yang biasa. Halo matahari ditandai dengan munculnya optikal berupa lingkaran cahaya di sekitar sumber cahaya matahari yang terjadi karena pembiasan kristal es yang berada di sekitar matahari dan membentuk semacam pelangi. “Biasanya tidak lama karena hembusan angin. Dan yang jelas hal ini tidak akan menimbulkan efek apapun. Jadi tidak perlu dikaitkan dengan ramalan serta kejadian-kejadian tertentu,” jelas Evi. Halo matahari juga sudah pernah terlihat di beberapa kota lainnya Seperti Solo, Yogyakarta, dan Jakarta. “Untuk kota Semarang memang baru terjadi kali ini dalam kurun waktu satu tahun terakhir, namun kemunculannya tidak perlu dikhawatirkan,” tegas Evi lagi. 

Kapan ASTRONOMI mulai tak sama dengan ASTROLOGI ya??

Bagi seseorang yang mengaku belajar astronomi, tidak jarang terjadi ada orang yang minta diramalkan nasibnya, seraya mengatakan bahwa bintangnya adalah X dan meminta supaya dibaca peruntungannya di masa datang. Kebanyakan hanya bercanda saja untuk membuat si astronom kesal, namun tidak sedikit pula yang serius, mengira bahwa astronomi adalah bidang studi untuk mempelajari cara-cara meramalkan masa depan berdasarkan posisi benda-benda langit.
Bercanda ataupun tidak, mempertukarkan astronomi (modern) dengan astrologi adalah cara mudah untuk meruntuhkan mood saya. Kredo astrologi, yaitu bahwa posisi dan pergerakan benda langit punya pengaruh terhadap kehidupan manusia, kini sudah tidak sesuai dengan fakta observasi bahwa hukum-hukum alam berlaku universal dan tidak punya preferensi khusus pada kemanusiaan. Rasi waluku (di Barat dikenal dengan nama Orion) memiliki peranan penting dalam pranoto mongso Jawa. Terbitnya Orion di waktu Subuh adalah penanda bagi petani untuk mulai membajak sawah dan bercocok tanam. Kredit foto: Emanuel Sungging Mumpuni Namun demikian saya tidak menafikan kenyataan bahwa tiga setengah abad lalu dan masa-masa sebelumnya, astronomi dan astrologi adalah barang yang kurang lebih sama. 
Kemampuan membaca posisi pergerakan benda langit adalah keahlian yang harus dikuasai hampir semua orang. Hal ini ada kaitannya sebagian besar dengan penggunaan benda-benda langit untuk menentukan waktu, misalnya Matahari dan Bulan, dan juga penentuan posisi di Bumi. Petani membutuhkan keahlian astronomi untuk mengetahui kapan waktu bercocok tanam dan panen, pelaut membutuhkan keahlian astronomi untuk menentukan posisi dan arah berlayar, arsitek untuk menentukan arah mata angin, dan pemburu untuk menentukan waktu dan posisi. Bandingkan dengan kehidupan modern. Berapa di antara kita yang sanggup mengenali rasi bintang dan menentukan arah dan jam berdasarkan posisi benda langit? Di mana bintang kutub atau salib selatan? Benda itu bintang atau planet? Di jaman modern, waktu telah dihitung dengan bantuan jam dan standardisasi zona waktu, posisi dan arah telah dihitung oleh GPS atau kompas, dan hari-hari telah ditentukan oleh kalender. Bagi manusia modern, astronomi adalah sesuatu yang terlepas dari kehidupan sehari-hari, namun bagi manusia satu milenium lalu, astronomi adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Karena dekatnya benda-benda langit dalam kehidupan sehari-hari manusia di jaman lama, wajarlah bila ide bahwa benda-benda langit mempengaruhi kehidupan mereka adalah sesuatu yang masuk di akal mereka. 
Di bawah paradigma inilah kosmologi Aristoteles dikembangkan. Aristoteles mengatakan bahwa Bumi yang tak bergerak di tempatnya adalah pusat alam semesta dan langit (didefinisikan sebagai Bulan dan apapun di atasnya, termasuk matahari, planet-planet, dan bintang-bintang) memiliki hukum alamnya sendiri yang berbeda dengan hukum alam di Bumi (disebut juga daerah sublunar yaitu daerah di bawah Bulan). Daerah sublunar tersusun atas empat elemen dasar (air, api, tanah, dan udara) yang selalu berubah bentuk satu sama lain, sementara di luar daerah sublunar terkandung aether yang kekal. Seorang astronom pada masa pra-teleskop sedang mengukur posisi bintang dengan sebuah tongkat silang. Di sekitarnya terserak alat bantu lain, antara lain dua buah orrery (bola langit mekanis) di kiri-kanan sang astronom dan sebuah astrolabe tergeletak di lantai sebelah kiri. Ilustrasi oleh George Billerger. Kosmologi Aristoteles mendominasi cara pandang orang terpelajar Eropa selama dua millenium. Menurut Aristoteles, semua yang terjadi di daerah sublunar disebabkan dan ditentukan oleh apa-apa yang terjadi di langit. Di dalam paradigma inilah astrologi memperoleh tempatnya di dalam kesadaran masyarakat terdidik masa lalu. Menafsirkan posisi dan arah pergerakan benda-benda langit untuk membaca masa depan menjadi sesuatu yang penting, terutama bagi mereka yang berkuasa. Mempekerjakan astrolog kerajaan adalah sebuah kebutuhan. Astronomi sebagai ilmu ukur posisi bintang dan planet dapat berkembang pesat juga adalah karena kebutuhan ini. Posisi bintang dan planet harus diukur dengan teliti, semakin teliti semakin baik supaya tafsir yang dibuat semakin baik. Posisi mereka di masa depan harus bisa diprediksikan dengan baik, semakin tepat prediksinya semakin baik supaya ramalan yang dihasilkan semakin tepat. Model geosentrik yang dibuat Ptolomeus mampu menghitung posisi planet-planet untuk waktu kapanpun dengan akurat, dan mampu menghasilkan tabel-tabel posisi planet-planet yang memberikan posisi planet pada waktu kapanpun. Kitab Almagest adalah modal penting seorang astrolog kerajaan untuk menafsirkan posisi benda-benda langit dan meramalkan masa depan. Karena pentingnya posisi astronomi inilah, maka dalam kurikulum universitas di abad pertengahan, astronomi adalah mata kuliah yang harus dikuasai seorang mahasiswa. Pada abad ke 12 dan 13, di Universitas Paris (dan juga universitas-universitas lain di Eropa) misalnya, seorang mahasiswa pertama-tama harus lulus Trivium yaitu tiga serangkai mata kuliah Tata Bahasa, Logika, dan Retorika (Seni Berpidato), dilanjutkan dengan Quadrivium yaitu empat serangkai mata kuliah Aritmetika, Geometri, Musik, dan Astronomi. Tentu saja di abad pertengahan pendidikan tinggi adalah sebuah kemewahan yang hanya bisa dinikmati lapisan teratas masyarakat. Astronomi dianggap penting sehingga harus menjadi mata kuliah wajib di universitas, juga adalah karena paradigma bahwa benda-benda langit berperan penting dalam kehidupan manusia. Semua orang harus tahu cara mengetahui posisi benda-benda langit. Bahkan ilmu kedokteran pada abad itu pun bersandar pada astronomi untuk mengetahui sebab musabab penyakit. Dapatkah kita membayangkan dokter kita mengkonsultasikan peta langit dan tabel posisi planet-planet sambil mendiagnosis penyakit kita? Bagi manusia modern hal ini mungkin terasa absurd tapi beginilah jawaban seorang profesor fakultas kedokteran Universitas Paris ketika ditanya Raja Perancis mengenai sebab musabab Wabah Hitam di tahun 1348–9: Wabah ini disebabkan karena adanya konjungsi penting tiga planet-planet terluar di rasi Aquarius, yang bersama-sama konjungsi lain dan juga gerhana, adalah penyebab pengotoran udara dan juga tanda-tanda kematian, wabah kelaparan, dan bencana-bencana lainnya. Mereka juga melanjutkan: Konjungsi Saturnus dan Jupiter menyebabkan kematian rakyat dan pengurangan penduduk … konjungsi Mars dan Jupiter menimbulkan pengaruh jahat di udara. Seorang dokter abad pertengahan sedang memeriksa air seni pasiennya. Dokter pribadi Anda mungkin tidak akan memeriksa Anda, melainkan akan mendiagnosis menyakit Anda berdasarkan air seni Anda dan posisi planet-planet. Kredit: Perpustakaan Nasional Perancis, (BNF, FR 135, fol. 223) Kesegarisan planet-planet ini diduga menyebabkan pengotoran udara (miasma) yang kemudian akan dihirup oleh manusia dan berakibat pada rusaknya keseimbangan cairan tubuh. Kesehatan individu dan masyarakat diduga dipengaruhi oleh konjungsi planet-planet dan fase bulan. Konsep mengenai bakteri, infeksi, dan penularan penyakit adalah sesuatu yang asing pada jaman itu dan tidak akan dikembangkan sampai lima abad kemudian. Pengucuran darah (bloodletting), sebuah praktik kedokteran yang umum dilakukan pada masa itu, dapat menguntungkan pada fase bulan tertentu, namun tidak pada waktu-waktu lain. Kapan seorang pasien akan sembuh ditentukan dari bagaimana posisi planet-planet pada saat ia jatuh sakit. Teks-teks medis yang lebih tua mengatakan bahwa pergerakan planet-planet tertentu mengendalikan organ-organ tubuh tertentu: Merkurius mengatur kerja otak, Jupiter mengatur lever, dan seterusnya. Anatomi manusia dan zodiak yang mengatur kerja organ tubuh. Pada jaman pertengahan, orang menduga kerja tubuh manusia diatur oleh posisi rasi dan planet. Oleh karenanya dokter harus paham astronomi dan juga astrologi. Ini adalah ilustrasi dari manuskrip Très Riches Heures du Duc de Berry, salah satu manuskrip terpenting dari abad 15. Buku-buku teks kedokteran dari abad pertengahan penuh dengan instruksi-instruksi seperti demikian, sebuah diagnosis yang bersandarkan pada astrologi, numerologi, kesalahan konsep tentang cara kerja tubuh manusia, pengalaman langsung, dan kabar burung. Orang yang sinis mungkin akan mengatakan bahwa dokter abad pertengahan tidak tahu apa-apa mengenai ilmu kedokteran, namun pemaparan di atas mengenai cara kerja seorang dokter abad pertengahan berdasarkan astrologi justru menunjukkan sebaliknya: dokter abad pertengahan tahu banyak mengenai ilmu kedokteran, hanya saja paradigma ilmu kedokteran abad pertengahan sangatlah berbeda dengan ilmu kedokteran masa kini. Dokter dan ahli bedah abad pertengahan tidak hanya dibayar mahal namun juga memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak. Tidak jauh berbeda dengan dokter dan ahli bedah masa kini. Hanya saja perbedaannya, sayangnya, adalah bahwa pengetahuan dan pengalaman seorang dokter abad pertengahan tidak akan banyak membantu penyembuhan kita. Beberapa pengetahuan dan pengalaman ini tidak hanya berbahaya namun juga mematikan. Pemaparan di atas adalah salah satu gambaran mengenai lekatnya peran astrologi dalam masyarakat. Dokter abad pertengahan harus paham astronomi apabila ia ingin bekerja, pun juga halnya dengan orang-orang yang menempuh pendidikan tinggi. Bila Anda adalah seorang yang hidup di abad pertengahan dan Anda berkenalan dengan seseorang yang paham astronomi, adalah wajar apabila Anda meminta nasihatnya mengenai masa depan (apalagi apabila Anda punya legitimasi untuk itu, misalnya Anda adalah Raja Inggris). 
 Nicolaus Copernicus, seorang padri Polandia, berpikir bahwa Matahari seharusnya menjadi pusat alam semesta dan bukan Bumi. Foto ini adalah wajah Copernicus pada usia 70 tahun, berdasarkan rekonstruksi forensik terhadap tengkorak Copernicus yang ditemukan arkeolog Pergeseran paradigma Aristoteles mulai terjadi ketika Nicolaus Copernicus menerbitkan bukunya, De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Revolusi Bola-bola Langit). Di dalam buku ini Copernicus menawarkan paradigma baru bahwa pusat tata surya adalah Matahari dan bukan Bumi, serta cara-cara menghitung posisi benda langit berdasarkan paradigma ini. Copernicus meninggal tepat pada saat buku ini keluar dari percetakan, namun buku ini dibaca oleh intelektual pada masa itu walaupun pandangan Copernicus diterima hanya sebatas wacana. Generasi selanjutnya, 
Galileo Galilei, melakukan serangkaian percobaan yang menunjukkan ketidaktepatan fisika Aristoteles. Namun usaha Galileo untuk mempromosikan paradigma Copernicus berujung pada pengadilannya oleh Dewan Inkuisisi Vatikan dan ditetapkannya ia sebagai tahanan rumah sepanjang hidupnya. Kegagalan Galileo terjadi tidak hanya karena ketidakmauan Vatikan untuk mengubah paradigmanya tetapi juga karena Galileo hanya memberikan analogi sebagai argumentasinya dan bukan bukti-bukti kuantitatif yang dapat mendukung paradigma Copernicus. Sementara itu, pada masa yang kurang lebih sama, di Eropa utara hidup Johannes Kepler dan Tycho Brahe. Sebagai ahli matematika, Kepler percaya bahwa hukum alam bisa dijelaskan secara matematis dan bahwa orbit benda-benda langit bisa dinyatakan sebagai orbit berbentuk lingkaran yang garis tengahnya sebanding dengan ukuran sebuah segi-banyak (poligon) yang sisi-sisinya menyentuh lingkaran tersebut. Model Kepler gagal memprediksi posisi benda-benda langit. Namun di hadapan data-data astronomi, Kepler tua berbeda dengan Kepler muda. Kepler tua membuang konsepsinya semasa muda dan, berdasarkan data-data astronomi yang dikumpulkannya, memformulasikan tiga hukum pergerakan planet yang kemudian dinamakan Hukum Kepler. Johannes Kepler bekerja sebagai astrolog dan banyak menerbitkan tabel-tabel prediksi posisi benda langit. Namun prediksi yang didasarkan pada model heliosentrik Ptolomeus ini semakin jauh dari kenyataan yang diamatinya. Lukisan ini dibuat pada tahun 1610, pada masa hidup Kepler, oleh pelukis tak dikenal. Namun sebelum itu, Kepler juga adalah seorang astrolog yang bekerja untuk Jenderal Wallenstein, seorang penguasa perang dari Bohemia. Orang yang di kemudian hari mempekerjakannya, Tycho Brahe, seorang bangsawan Denmark, dianggap sebagai pengamat astronomi terbaik pada jamannya, juga mempraktikkan astrologi kepada teman-temannya. Namun kedua orang ini, Kepler dan Tycho, sama-sama gelisah dengan teknik-teknik astrologi kontemporer. Keduanya masih berpegang pada paradigma Aristoteles bahwa benda langit mempengaruhi kehidupan manusia, namun keduanya tidak paham bagaimana persisnya pengaruh ini bekerja. Model astronomi Ptolomeus juga kian hari kian tidak akurat di hadapan data-data astronomi yang mereka ukur selama hidup mereka. Model geosentris mulai menunjukkan kelemahannya: model ini tidak lagi tepat dalam meramalkan posisi benda-benda langit. Dengan berbekal data pengamatan Tycho Brahe, Kepler berhasil menurunkan tiga hukum pergerakan Planet yang mulai mengubah pandangan orang tentang cara kerja alam semesta. Dengan merumuskan hukum geraknya, Isaac Newton menyatukan hukum alam yang berlaku di Bumi dan yang berlaku di langit. Ilustrasi ini merupakan simbolisasi olah pikir Newton mendeskripsikan dunia, karya seniman Inggris, William Blake. Usaha untuk menyatukan hukum alam di Bumi dengan hukum alam di langit dilakukan dengan sukses oleh Isaac Newton. Setelah merumuskan hukum geraknya yang termashur, selanjutnya Newton menerapkan ketiga hukum geraknya pada pergerakan benda-benda langit. Dengan mengasumsikan adanya gaya gravitasi yang bersifat universal (i.e. serbasama di langit maupun di Bumi), ia berhasil menurunkan hukum pergerakan planet yang bentuknya sama dengan ketiga Hukum Kepler. Tidak hanya itu, keberadaan gaya gravitasi juga menjelaskan mengapa benda jatuh ke Bumi dan seberapa cepat benda yang dijatuhkan ke Bumi akan jatuh. Hukum Newton punya kemampuan prediksi yang kuat, dan mampu menjelaskan fenomena orbit Bumi mengitari Matahari dan juga fenomena jatuhnya benda ke tanah dalam paradigma yang sama. Dengan melakukan berbagai eksperimen di Bumi dan juga menghadapkan Hukum Newton pada data-data pengamatan astronomi, orang membuktikan bahwa Hukum Newton memang berlaku di mana-mana, di langit maupun di Bumi. Berbekal Hukum Newton, Edmond Halley dapat menghitung orbit sebuah komet yang ia prediksikan akan mendekati matahari setiap 76 tahun sekali, sebuah prediksi yang terbukti benar dan komet itu kemudian dinamakan Komet Halley. 
 Dengan dirumuskannya ketiga hukum gerak Newton, lengkaplah pergeseran paradigma dari fisika Aristoteles ke arah Mekanika Newton. Pengamatan Kepler dan teori Mekanika Newton menunjukkan bahwa hukum alam yang berlaku di Bumi ternyata sama dengan yang berlaku di langit, hukum alam ternyata bersifat universal. Astronomi sebagai salah satu cabang sains kini menemukan pijakan yang baru, yaitu teori-teori fisika. Dengan adanya pijakan yang baru ini ia semakin menjauh dari astrologi. Pengukuran dan pengamatan benda-benda langit kini tidak lagi dilakukan untuk meramal nasib manusia, tetapi untuk memahami bagaimana alam bekerja. ``Seorang padri abad pertengahan bercerita bahwa ia telah menemukan titik di mana langit dan Bumi bersentuhan...'' Sebuah ilustrasi dari buku Camille Flammarion, L'atmosphère: météorologie populaire (Atmosfer: Meteorologi populer). Bibliografi Anthony Aveni, People and the Sky: Our Ancestors and the Cosmos (2008) Arthur Koestler, The Sleepwalkers: A History of Man’s Changing Vision of the Universe (1959) Ian Mortimer, The Time Traveller’s Guide to Medieval England: A Handbook for Visitors to the Fourteenth Century (2009)